Dinamika Dunia Musik Lokal di Semester Awal 2021 (Bagian Kedua)

Dinamika Dunia Musik Lokal di Semester Awal 2021 (Bagian Kedua)

Pada artikel sebelumnya dituliskan tentang berita-berita menarik yang masuk ke redaksi DCDC pada bulan Januari hingga Maret 2021, maka kali ini DCDC menuliskan kilasan berita yang masuk ke redaksi dari bulan April hingga Juni 2021

Semester awal tahun 2021, meski dunia musik tanah air masih sepi panggung, namun nyatanya selalu ada cerita yang mereka (para musisi) bagi sepanjang enam bulan pertama tahun 2021 ini. Seperti halnya yang ditulis pada artikel sebelumnya tentang “Dinamika Dunia Musik di Semester Awal 2021” ini, jika perkara musik pada akhirnya bukan hanya soal lagu, komposisi, atau hal-hal teknikal seputar aransemen musik saja, namun dibalik itu ada cerita-cerita yang menarik untuk diangkat ke permukaan, dari mulai konflik antar personil, cerita dibalik lagu/album, hingga gimik-gimik yang mereka buat dalam upaya memunculkan namanya ke permukaan. Semuanya menarik untuk dibicarakan, atau dalam konteks artikel ini, untuk dituliskan.

Pada artikel sebelumnya dituliskan tentang berita-berita menarik yang masuk ke redaksi DCDC pada kurun waktu Januari hingga Maret 2021. Meneruskan hal itu, kali ini DCDC akan menuliskan dinamika/berita yang masuk ke redaksi selama dari bulan April hingga Juni, alias semester awal tahun 2021. Ada berita apa saja? Simak ulasan berikut ini coklatfriends.

Masuk bulan April 2021 dunia musik tanah air lumayan cukup dihebohkan dengan gono gini royalti musik di Indonesia, lewat adanya Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2021, tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik. Peraturan pemerintah ini menimbulkan banyak pro dan kontra di kalangan musisi, penikmat, maupun orang-orang yang ada dalam ekosistem musik, di mana menurut beberapa pengamat peraturan dinilai kurang begitu bijak dan tidak melihat permasalahan secara detail, mengingat ada juga musisi yang justru "membebaskan" karya mereka untuk "dibajak" dan dimodifikasi dengan menggunakan lisensi copyleft seperti lisensi Creative Commons Attribution-Non Commercial. (https://www.djarumcoklat.com/article/gono-gini-royalti-musik-indonesia).

Selain memanasnya isu tentang gono gini royalti musik di Indonesia bulan April juga redaksi DCDC menerima kabar menyenangkan dari pola kreasi seru Laze dan The Fox and The Thieves. Seperti halnya Mustache and Beard yang mengamini jika konser online/virtual merupakan solusi bagi banyak musisi pada era pandemi ini, pun begitu dengan Laze yang juga membua sebuah konser virtual bertajuk “Puncak Janggal”. Bekerja sama dengan Qun Films, konser ini bisa diakses dan ditonton secara gratis oleh siapa saja tanpa beban tiket untuk menikmatinya. Konser ini mengilhami alur cerita album melalui narasi pertunjukan yang menyerupai dongeng atau cerita rakyat. Dibimbing oleh seorang dalang yang akan menuntun jalannya acara, dengan set panggung unik yang menjadi latar di setiap lagu. Setiap penampilan lagu yang dibawakan di konser virtual ini diunggah secara terpisah ke YouTube agar tetap bisa ditonton di kemudian hari, setelah konser selesai layaknya musik video sendiri.

Perilisan single, album, hingga gelaran konser virtual, jadi sajian pelipur lara ditengah kebosanan luar biasa akibat terlalu banyak di rumah, demi mencegah penularan virus covid 19 pada masa pandemi ini. Tidak lantas menyerah, para musisi ini malah semakin memantik nyala kreasinya dititik paling pol dalam menciptakan kreasi seru yang menyenangkan pula menghibur, ditengah kondisi menyebalkan satu tahun belakangan ini. Tidak terkecuali bagi kolektif musik The Fox and The Thieves yang meluncurkan komik musikal bertajuk “Space Pirates”.  

Setelah sukses merilis album Hyperdiversity dalam format digital pada Maret 2020, The Fox and The Thieves kembali hadir dengan kejutan karya terbaru. Bukan dalam bentuk musik, tapi hadir dalam bentuk komik. Tepatnya pada 23 Februari 2021 lalu, mereka merilis komik strip yang bertujuan untuk memproyeksikan album Hyperdiversity, di mana di dalamnya berisi cerita di balik setiap lagu dalam episodenya. Komiknya sendiri berkisah tentang sebuah kelompok bajak laut luar angkasa yang beranggotakan Budhi, Bakhti, Sakhti, Jhiwa, dan Rhaga. Mereka dipersatukan dari berbagai klan yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari jawaban dari rahasia “harta karun” alam semesta. Komik ini digarap oleh para personil dari The Fox and The Thieves. Ilustrasi dan ceritanya dikerjakan oleh Indra Samiadji (Bonky), dan motion sekaligus music score oleh Aldo Pradistira. Sebuah terobosan yang mungkin sedikit mengingatkan pada apa yang dilakukan Koil kala mereka merilis komik “Dragonian Warriors” pada tahun 2016 lalu, disusul seri berikutnya, “Fallen Gods”, satu tahun setelahnya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner