Musisi di Dunia Radio

Musisi di Dunia Radio

Radio dan musisi akan selalu terikat, dari zaman dulu hingga sekarang, ketika akhirnya banyak pula musisi yang menjajal dunia radio sebagai ‘perpanjangan tangan’ mereka untuk bergerak dan ‘bersuara’

Tempo hari DCDC D’Podcast berkesempatan mewawancarai Athink ‘Alone At Last’ dan Ami Muhammad dari band Nudist Island. Keduanya cukup punya banyak persamaan, dari mulai sama-sama drummer sampai keduanya juga sama-sama siaran bareng. Menggaris bawahi siaran dan radio sebagai ‘wahana’ mereka bercuap-cuap, agaknya cukup banyak juga musisi yang kemudian berprofesi sebagai penyiar, bahkan menjadi station manager sebuah radio. DCDC Radio, misalnya, station manager DCDC Radio adalah seorang musisi, bassis dari grup musik Pure Saturday, Ade ‘Muir’. Mang Ade, biasa dia dipanggil punya ketertarikan berlebih dengan dunia radio, dari mulai dia yang pernah menjadi bagian dari radio Rase FM hingga menginisiasi lahirnya Kabulhden Radio, dan sampai saat ini dia didaulat menjadi station manager DCDC Radio.

Musisi dan radio agaknya sulit dipisahkan, selain radio yang menjadi ‘perpanjangan tangan’ mereka untuk memutarkan lagunya, banyak juga diantaranya yang terlibat jadi bagian dari radio itu sendiri. Penyiar misalnya. Bicara tentang musisi yang jadi penyiar (atau penyiar yang kemudian jadi musisi) jumlahnya terhitung banyak. Sammy Bramantyo (Seringai), Yas ‘Alone At Last’, Angkuy & Nobie ‘Bottlesmoker’, Addy Gembel ‘Forgotten’, Athink dan Ami, (alm) Eben ‘Burgerkill, Gebeg, serta masih banyak lagi lainnya, yang tersebar untuk menjajal radio-radio di tanah air dalam ragam format. Yang konvensional seperti radio FM hingga radio online seperti DCDC Radio.

Yang menarik justru ketika si musisi tersebut kemudian membawa ‘dunianya’ ke ranah radio. Misalnya (alm) Eben ‘Burgerkill’ yang membawa Extreme Moshpit ke ranah radio, hingga akhirnya hal itu kemudian menjadi besar dan jadi ‘legacy’ yang menjadi catatan penting bagi ranah musik extreme di tanah air. Lalu ada juga Harlan Boer yang punya profesi unik di dunia radio, kala dirinya pernah terlibat dalam produksi beberapa iklan radio. Harlan yang punya ketertarikan berlebih di dunia tulis menulis akhirnya menjadi seorang copywriter jempolan yang juga mengurusi berbagai macam produksi iklan di radio.

Hal ini tentu menjadi sesuatu yang menarik karena hingga hari ini nyatanya radio masih diminati, meskipun kini radio berhadapan dengan tren podcast yang menjadi cara baru banyak orang menikmati obrolan. Uniknya, bukan lantas menjatuhkan masing-masing dari itu (radio dan podcast) bisa saling mengisi dan mungkin punya segmen masing-masing. Ada romantisme yang radio bawa hingga mungkin jadi pergerakan bagi musisi ini untuk ‘menyuarakan’ apa yang menjadi idealismenya. Atau jika tidak harus sejauh itu mengartikan ini, sesederhana agar apa yang dia suka bisa jadi bagian dari radio itu sendiri.

Radio GMR GMR (Generasi Muda Radio) misalnya. Bagi penggemar musik rock di Kota Bandung tentu tidak akan lupa dengan stasiun radio yang selalu memutar lagu-lagu rock atau metal yang  bertempat di Jalan Dr. Hatta no. 15 Bandung ini, GMR Rock Station 104,4 FM. Walaupun keberadaan radio tersebut kini hanya tinggal kenangan dan telah berganti nama serta format tetapi, di benak sebagian orang khususnya penggemar setia musik rock, nama GMR akan tetap selalu dikenang.

Untuk memenuhi koleksi perpustakaan lagu, sang pemilik radio banyak dibantu oleh salah satu personil The Rollies yaitu Iwan Rollies. Selain berformat lagu-lagu untuk anak muda, pada perjalanannya Young Generation (cikal bakal GMR) pun banyak mengenalkan musisi Kota Bandung, seperti The Rollies, Deddy Stanzah, Freedom Of Rhapsodia, Superkid, Giant Step dan Shark Move. YG pun sering mengadakan event off air salah satunya yang digelar di Gelora Saparua yaitu ‘’Tembang Pribumi”. Dalam event tersebut artis yang berpartisipasi antara lain Cockpit, Vina Panduwinata, Utha Likumahua, Edi Endoh dan masih banyak lagi. Selain itu ada event yang khusus meng-cover lagu-lagu The Rolling Stones dimana Acid Speed Band dari Jakarta tampil sebagai line-up dan dihadiri oleh Stone Lovers (fansnya Rolling Stones bentukan YG). Dua puluh tahun kemudian tepatnya ditahun 1990, frekuensi FM mulai merambah dunia radio di Bandung.

Radio tersebut dibidani (salah satunya) oleh drummer Pas Band, Richard Mutter yang juga sempat menjadi penyiar di GMR Radio tersebut. Dari wawancara yang dikutip dari surat kabar Galamedia, Richard menuturkan jika keberadaan radio tersebut bisa jadi sebagai wadah para komunitas rock untuk bersosialisasi untuk berkumpul dan bertukar koleksi.

“Saat itu ‘kan genre musik seperti itu masih kurang diterima oleh masyarakat. Makanya, dengan adanya GMR ini para komunitas jadi merasa memiliki satu wadah dan tempat bagi mereka untuk menyalurkan kreativitas dalam bermusik,” kata Richard.

Dengan keberadaan GMR, para komunitas musik rock tersebut seperti punya tulang punggung yang cukup kuat untuk terus menopang para musisi rock yang ada saat itu. Hal itu terbukti dengan banyaknya kelompok musik yang berhasil diorbitkan karena support yang telah diberikan oleh pihak GMR.

Sebut saja Rotor, berkat dukungan yang diberikan GMR, band yang satu ini menjadi satu band rock yang maju. Bukan cuma itu, Rotor juga bisa menjadi band pembuka salah satu band rock besar internasional, Metallica.

Dari berbagai macam hal yang ditulis di atas, rasanya harus diakui jika memang radio dan musisi akan selalu terikat, dari zaman dulu hingga sekarang, ketika akhirnya banyak pula musisi yang menjajal sebagai pelontar kata-kata di radio. Tentunya bukan sekedar lontaran kata-kata tanpa makna, namun lebih dari itu para musisi yang akhirnya bergelut di dunia radio seakan mempertegas jika musik selalu punya sesuatu untuk disampaikan. Mengutip apa yang kerap dikatakan oleh vokalis Vincent Vega, Ariel William Orah a.k.a El dalam acara radio bernama Monday Mess, “music always has something to say”.

BACA JUGA - “Ngoteks” : Sisi Lain Dhira Bongs yang Hobi Merias Kuku Jari

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner