Song Review : 3PM On The Rooftop – “Malam”

Song Review : 3PM On The Rooftop – “Malam”

Memang bukan yang pertama sebagai band yang menghadirkan nuansa jazzy di dalamnya, namun apa yang 3POTR sajikan mampu menjadi pilihan seru ditengah band-band lainnya yang melahirkan karya di tengah pandemi seperti ini

Seorang teman pernah berkata jika sebuah lagu bagus bisa dinilai dengan speaker yang busuk. Jika dengan alat yang busuk tersebut lagunya masih terasa enak didengar maka yakinlah lagu tersebut memang beneran bagus. Obrolan teman beberapa tahun ke belakang tersebut kemudian kembali terngiang ketika saya mendengarkan lagu 3PM On The Rooftop (selanjutnya ditulis 3POTR-red) yang berjudul "Malam". Dengan kualitas earphone murah yang saya punya, nyatanya lagu tersebut masih terasa enak didengar. Sedikit mengingatkan saya pada band-band -so called- indie yang lahir pada tahun 2005-2010an semacam Hollywood Nobody, Under My Pillow, atau mungkin Hightime Rebellion. Terutama pada departemen vokal dan cara mereka meramu nada-nada 'miring', dengan kekhasan chord dan progresinya yang banyak berkutat di chord 7, serta sedikit membawa pengaruh jazz dan bossanova. Meski tidak terlalu kentara, namun secara nuansa cukup terasa.

Lagu “Malam” sendiri merupakan lagu yang terdapat di album mereka yang berjudul Rundung. Album ini berisikan tujuh lagu yang keseluruhannya diaransemen oleh Mikail Al-Rabbdia, sang gitaris. Ia mencoba untuk mengaplikasikan progresi musiknya dengan memasukkan unsur-unsur jazz yang dominan. Secara penulisan lirik album ini banyak mengetengahkan masalah interpersonal dan perundungan hidup, yang kemudian dikemas melalui beat-beat jazz yang syahdu. Diantara semua lagu yang ada di album ini, lagu “Malam” yang kemudian cukup mencuri perhatian saya.

Pertama kali jatuh cinta dengan cara sang gitaris memberikan ritmis menarik dalam permainannya. Meski hanya ditingkahi pola ritem section sederhana dan hanya dibalut olah suara clean (dan mungkin sedikit chorus) pada gitarnya, namun hal tersebut cukup berhasil dan konsisten menjadi pengiring melenakan sang vokalis. Ditambah dengan olah suara drum tuning rendah, hingga membuat pukulan snare drumnya terasa renyah, meski secara teknik rekaman sedikit tenggelam oleh instrumen lain. Tapi mungkin itu menjadi estetika yang memang ingin ditampilkan oleh 3POTR di lagu “Malam”.

Kemudian yang juga cukup mencuri perhatian adalah adanya harmonisasi vokal di tengah lagu (menuju reff), yang meski dalam porsi yang sedikit namun mampu ‘menggigit’, terlebih dengan pola lagu ini yang cenderung konstan dan datar. Hal itu mampu ‘menyelamatkan’ lagu ini karena meski secara notasi banyak melakukan pengulangan namun tidak terasa membosankan. Sayup suara kibor juga menguatkan nyawa dan ke-syahdu-an lagu ini hingga terasa jazzy.

Suara lembut sang vokalis terdengar effortless, dan itu jadi satu keseruan tersendiri dalam menyimak lagu-lagu seperti ini. Tidak adanya parade vokal meliuk dengan nada-nada tinggi terkadang jadi sesuatu yang menyenangkan, mengingat pendengar kadang hanya ingin menikmati nyanyian cukup dengan notasi ringan yang mudah dinyanyikan, alias tidak cape mendengarkan tipe-tipe vokal bertenaga nan meliuk-liuk layaknya seorang diva. Dengan karakter vokal lembut dari Natasya kita bisa menyimak dengan seksama apa yang si vokalis sampaikan di lagu ini, tanpa terdistraksi teknik vokal yang ‘njelimet’, IMHO.

Beberapa bridge dalam lagu ini menarik untuk disimak, seperti misalnya perpindahan dari song ke chorus, atau ke reff, bahkan hingga ditutup dengan menarik dengan olah suara gitar yang mencoba bereksplorasi dengan tingkah mengawang, layaknya musik shoegaze. Sedikit saja mengambil ambience dari itu, namun perannya tepat untuk dijadikan penutup lagu ini.

Memang bukan yang pertama sebagai band yang menghadirkan nuansa jazzy di dalamnya, namun apa yang 3POTR sajikan di lagu “Malam” mampu menjadi pilihan seru ditengah band-band lainnya yang melahirkan karya di tengah pandemi seperti ini. Nuansa jazzy yang mereka tawarkan mungkin sedikit mengingatkan juga jika pernah satu masa musik Indonesia mengarah pada tren semacam ini, baik itu arus pinggir dan arus utama, beberapa band yang kala itu muncul seakan berlomba menawarkan olahan musik jazz ringan yang gampang dicerna, namun tidak ‘gampangan’.

BACA JUGA - Song Review : Majesty – “Feelings”

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner