Sumbangsih Komunitas dan Pergerakan Skena untuk Industri Musik Indonesia

Sumbangsih Komunitas dan Pergerakan Skena untuk Industri Musik Indonesia

Melihat fenomena yang terjadi di skena musik Bandung dan berbagai komunitasnya pada medio 1990-an hingga awal 2000-an itu, rasanya tidak berlebihan jika ada pendapat yang menyebut bahwa komunitas musik itu berperan sangat penting bagi sebuah band atau bahkan bagi industri musik tanah air

Tentu kita semua sudah mahfum, jika bicara soal skena musik tentu tidak dapat terpisahkan dengan istilah yang disebut dengan komunitas. Komunitas yang akar katanya berasal dari bahasa Latin ‘communitas’, yang berarti ‘kesamaan’. Merujuk dari asal kata itu pula, hampir semua komunitas, yang lahir dan tumbuh di berbagai penjuru dunia itu, didasari karena mempunyai kesukaan yang sama terhadap sesuatu.

Begitu pun dengan komunitas musik yang ada di negeri ini, yang merupakan sekelompok orang yang memiliki kesamaan visi, memiliki selera yang sama terhadap salah satu jenis aliran musik seperti; komunitas musik blues, metal, hardcore, punk, grunge, ska dan lain-lain. Secara tidak langsung dengan munculnya berbagai komunitas musik ini, menjadi sebuah pengakuan luhur seseorang atau kelompok terhadap selera genre musik yang disukainya.

Berawal dari kesamaan selera terhadap genre musik, pada perkembangannya sebuah komunitas musik ini memegang peranan penting pada eksistensi skena musik dan menghidupkan ekosistem industri musik itu sendiri.

Bicara soal skena musik dan komunitasnya, nampaknya kita tidak bisa melewatkan Bandung jika ingin membahas hal tersebut. Pada medio tahun 1990-an hingga awal 2000-an, Bandung memiliki sejarah penting terkait skena musik dan komunitas yang erat kaitannya dengan perkembangan industri musik tanah air.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh peneliti Magister Ilmu Sosial Universitas Katolik Parahyangan, Yosep Simanjorang dan Gandhi Pawitan, mereka berdua meneliti bagaimana modal sosial (yang dalam hal ini lahir dari komunitas musik) berperan penting  dalam perkembangan skena musik indie Bandung pada rentang tahun 1994-2004. Para peneliti ini mewawacarai 17 orang yang aktif dalam komunitas indie Bandung pada dekade itu.

Dilansir dari Bandung Bergerak ID, pada tahun 1993, studio Reverse berhasil memproduksi salah satu album indie pertama di Indonesia, yakni album pertama Pas Band yang berjudul ‘4 Through the Step’. Dan hasilnya pun mengejutkan, dengan pola distribusi yang sederhana, album ini terjual sebanyak 4.700 kaset. Kesuksesan ini pula lah yang membuat PAS Band digaet label besar untuk merilis ulang albumnya.

Studio Reverse merupakan salah satu simpul penting dalam perkembangan skena musik indie Bandung. Anak-anak indie terbantu dengan yang menjual rilisan musik dan berbagai merchandise band luar negeri.

Melalui label 40.1.24, Studio Reverse juga menginisiasi album kompilasi yang berisi belasan band bernama “Masalaluindahsekalipisan”. Tidak hanya sukses dalam angka penjualan, album tersebut juga mampu melambungkan nama band-band yang terlibat di dalamnya, baik di dalam skena musik Bandung ataupun nasional. Usaha memproduksi karya musik secara independen pun kemudian menjadi tren yang lambat laun menyebar ke berbagai daerah.

Selain Reverse studio, Fast  Forward pun menjadi salah satu pionir label indie di Indonesia yang dibentuk oleh anak muda Bandung tahun 1999. Pada tahun 2002 Fast Forward berhasil menjual 150.000 kopi album perdana Mocca yang berjudul My Diary yang berhasil melambungkan lagu Secret Admirer dan Me and My Boyfriend.

Dua lagu ini pun akhirnya berseliweran di radio, televisi, juga panggung-panggung musik di tanah. Kesuksesan Mocca, membuat label indie semakin mendapat tempat di industri musik Indonesia. Pencapaian Mocca ini menandai puncak kejayaan skena musik indie Bandung. Keberhasilan ini semua terjadi karena ada satu faktor penting, yaitu modal sosial.

Lalu, apa itu modal sosial?  Menurut jurnal yang ditulis oleh Yosep Simanjorang dan Gandhi Pawitan, modal sosial merupakan bentuk modal yang bukan termasuk dalam modal ekonomi dan budaya. Modal sosial bisa berbentuk jaringan atau hubungan sosial yang terbentuk dalam sebuah komunitas. Jaringan itu yang membuat anggota komunitas bisa mengakses sumber daya untuk mengembangkan dirinya. Orang-orang dalam komunitas tersebut bisa saling percaya dan mampu bekerja sama dengan baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan, kepercayaan (trust), timbal balik (reciprocity), juga kerja sama (cooperation) yang tumbuh dalam komunitas musik indie Bandung tumbuh secara alami pada periode awal sekitar 1990-an.

Pada saat itu, di Bandung terdapat komunitas skateboard di Taman Lalu Lintas yang diyakini itulah yang menjadi cikal banyak talenta musisi Kota Bandung. Selain itu ada pula Kolektif Balai Kota yang biasa diikuti oleh 15-30 orang. Kebanyakan dari mereka adalah laki-laki dengan berlatar belakang pendidikan baik, dan berusia akhir belasan sampai awal 20-an dengan semangat do-it-yourself.

Selain itu, ada pula kelompok atau komunitas yang berkumpul di belakang Bandung Indah Plaza (BIP), dikenal sebagai Punk Indonesia. Di Jalan Purnawarman, penikmat musik grunge biasa berkumpul seiring meledaknya musik asal Seattle tersebut di awal tahun 1990-an. Sementara di bagian sebelah timur kota Bandung, ada komunitas underground yang banyak diisi oleh penikmat musik metal yang bernama Ujung Berung Homeless Crew.

Berbagai komunitas di Bandung itu bertemu di Gelora Olah Raga (GOR) Saparua. Setiap akhir pekan, mereka biasa berkumpul untuk menikmati gigs. Musik yang ditampilkan di Saparua pun tentu berbeda dengan yang disajikan industri musik arus utama.

Pertunjukan musik ini digelar secara kolektif, tidak ada sponsor yang jadi penyokong. Secara ekonomi, konser ini tidak menghasilkan profit. Akan tetapi, konser ini berhasil menjadi pertunjukan musik yang bisa dinikmati banyak kalangan. Komunitas musik yang ada saling bekerja sama dan bertukar sumber daya.

Pada masa itu, berbagai genre musik yang beragam itu bisa tumbuh bersama. Tidak heran, jika di tengah konser musik undergruond terdapat band bergenre pop yang turut tampil. Hal ini membuktikan bahwa ekosistem musik terbangung inklusif.

Melihat fenomena yang terjadi di skena musik Bandung dan berbagai komunitasnya pada medio 1990-an hingga awal 2000-an itu, rasanya tidak berlebihan jika ada pendapat yang menyebut bahwa komunitas musik itu berperan sangat penting bagi sebuah band atau bahkan bagi industri musik tanah air.  Hal ini terbukti dari banyaknya band atau musisi asal Bandung yang kini telah memperolah nama besar di industri musik tanah air yang lahir, tumbuh dan berkembang dari inkubator bernama Komunitas dan skena.

BACA JUGA - Drummer Jadi Vokalis? Kenapa Tidak?

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner