‘The True Megabenz’ : Sang Motor Penggerak Burgerkill

‘The True Megabenz’ : Sang Motor Penggerak Burgerkill

Sumber foto : Diambil dari akun instagram @ebenbkhc (foto merupakan karya dari Anggra Bagja)

Menjalani 26 tahun bermusik dengan Burgerkill, Eben masih jadi sosok yang sama kala pertama kali band ini dibuat. Masih keras kepala dan memegang mimpi yang sama

Awal Maret 2018, Burgerkill kembali akan menginvasi Eropa, di mana disana mereka melakukan sesi rekaman dengan orkestra di Praha, Republik Ceko dan melakukan beberapa tur di Jerman dan Belanda. Sebelum keberangkatannya saya ditugaskan kantor untuk mewawancarai mereka di studionya (yang juga merupakan rumah dari gitaris mereka, Eben).

“sorry nunggu lama ya, nunggu personil yang lain komplit dulu”, ujar Eben ke saya.

Itulah kali pertama saya berkenalan secara langsung dengan motor dari Burgerkill ini. Sosoknya hangat dan punya mata yang selalu mengawang, seakan matanya selalu penuh dengan mimpi besar setiap kali dia menjawab pertanyaan yang saya lontarkan. Dari obrolan yang sore itu kami lakukan terlihat jelas jika Eben punya mimpi yang besar di bandnya tersebut, meski dalam perjalanannya dia juga pernah beberapa kali hampir menyerah.

“jangan tanya berapa kali saya ingin membubarkan band ini”, ujarnya suatu hari.

Tapi mau bagaimana lagi, Eben kadung memilih musik sebagai jalan hidupnya. Mendapat catatan hitam dari sekolah-sekolah di Jakarta, orang tuanya kemudian memutuskan untuk menyekolahkan Eben di Bandung. Eben terlalu badung di ibu kota, sampai akhirnya di Bandung dia menemukan musik sebagai belantara yang ingin ia jajal. Musik yang kemudian menaklukannya, sampai kemudian Eben mengalihkan semua kelebihan energi yang dia punya lewat musik. Di ruang Bimbingan Penyuluhan (sekarang dikenal dengan nama ruang Bimbingan Konseling) Eben bertemu Kimung dan Ivan, yang juga tidak kalah badung di sekolah. Mengamini pula jika masa muda adalah masa yang berapi-api maka mereka berpikir band bisa jadi wadah menyenangkan untuk mereka. Dan cerita tentang Burgerkill pun dimulai.

Burgerkill harus tetap jalan meski semua beban ada di pundak Eben usai Kimung, Toto, dan almarhum Ivan ‘Scumbag’ tidak lagi berada di Burgerkill. Menjalani 26 tahun bermusik dengan band ini, Eben masih jadi sosok yang sama kala pertama kali band ini dibuat. Masih keras kepala dan memegang mimpi yang sama. Burgerkill harus tetap jalan, harus tetap bermusik, dan menaklukan setiap panggung yang mereka jajal. Terbukti, ketika hendak ‘pamit’ pun Eben mengakhirinya dengan manggung bersama Burgerkill.

“pak, mau pamit aja harus manggung dulu ya bareng kita”, ujar Putra dalam unggahan instagramnya.

Sosok drummer penuh talenta ini menjadi personil paling muda yang ikut merasa kehilangan akan sosok ‘bapak’ ini. Putra secara langsung ditempa oleh Eben untuk menemukan potensinya sampai ke titik paling dalam, sampai menjadi anjing edan! (mengutip jargon yang kerap dilontarkan Burgerkill).

“da keren mah kuduna, mun teu yakin keren kajeun teu kudu” (keren itu harus, kalo ga yakin keren mendingan ga usah-red), ujar Eben suatu hari.

Saya pikir tidak perlu menjadi penggemar Burgerkill atau pun menyukai musik metal untuk bisa mengagumi sosok Eben. Jauh dari personanya sebagai gitaris Burgerkill, Eben merupakan seseorang yang selalu gelisah akan mimpinya. Selalu gelisah memikirkan cara-cara mencapai mimpinya. Seseorang yang tahu betul jika tidak ada jalan pintas untuk mewujudkan mimpinya, selain dari kerja keras dan konsisten berjalan dengan apa yang dia percaya. Stay true! Mungkin mantra ini terus dia ucapkan setiap kali dunia tidak berpihak kepadanya, sampai akhirnya dunia meluangkan waktunya untuk menyimak semua totalitas dan loyalitas Eben di Burgerkill, hingga dunia mengakui dan mencatatkan Burgerkill sebagai monster metal yang ‘berbahaya’.

Konsistensi Eben untuk terus bermusik lah yang menghubungan Eben dengan banyak orang, tidak hanya penggemar metal. Ditambah dengan referensi musik yang luas, visi yang besar, serta ide-ide yang melimpah ruah, Eben kemudian hadir di banyak kenangan orang-orang. Menjadi sosok yang dikenang bahkan hanya dari cara dia mengepalkan tangan. Sebuah gambaran jika Eben merupakan sosok yang banyak menggenggam harapan dan mimpi besar. Extreme Moshpit jadi satu dari sekian ide gila Eben yang berhasil menyatukan banyak orang. Mewadahi potensi banyak orang untuk dia perkenalkan pada dunia, sebagaimana dia memperkenalkan Burgerkill. Pagi dia rekaman di studio, siang menjajal panggung, dan malam siaran di radio pernah dia lakukan. Semuanya untuk yang dia cintai. Untuk musik yang selalu membuat tidurnya ‘gelisah’ karena banyak mimpi yang ingin diwujudkan.

Mungkin jika dia dikasih kesempatan hidup sekali lagi, dia akan kembali mengambil gitar dan menyelesaikan panggung terakhirnya sampai dua lagu, tiga lagu, sepuluh lagu, berapapun, sampai dia merasa tugasnya sudah selesai dan lampu panggung sudah dimatikan. Tapi Tuhan nyatanya menghendaki si ‘keras kepala’ ini untuk istirahat dalam pelukanNya.

“nggeus ben didieu weh jeung urang gigitaran lagu-lagu kebeuki arurang”, mungkin ‘disana’ Ivan ‘Scumbag’ berkata seperti itu sambil memeluk Eben.

Mungkin juga sambil berbisik Ivan mengatakan, “nuhun nya ben maneh geus menepati janji maneh jang neruskeun Burgerkill. Tuh tingali loba nu nyaah ka arurang. Tong sieun poekeun soalna hirup maneh geus mere loba manfaat ka batur. Maneh pamit ninggalkeun kahadean jang batur”. Ya, mungkin di atas sana Ivan berkata seperti itu buat karibnya ini.      

BACA JUGA - Otong Koil : Penyair Depresif yang Kontroversional

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner