Jehovah The Satyr

Sekelumit Kisah Rumit Mengenai Kelompok Musik yang Katanya Ingin Diakui: Jehovah The SatyrDitemukan saat kelas pagi hari di sekolah menengah pertama, pada saat usia belasan dan masih gencarnya mimpi basah. Sebuah obrolan ringan sekelompok remaja tanggung memperkuat niat mengikuti pentas seni sekolah kala itu. Dimulailah cerita itu, yang mana cikal bakal sebuah kelompok musik Blossom Flower Die. Begitulah nama awal sebelum kami terus mendewasakan diri, entah itu dengan film dewasa ataupun dengan masalah cinta. Sebagian kawan-kawan yang kenal, seringkali menyunat nama Blossom Flower Die menjadi BFD. Pertama masuk studio, BFD memainkan musik-musik band yang ada di playlist hape dan PC masing-masing personil. Gagasan untuk pentas seni selanjutnya membawa BFD ke tingkat yang lebih serius lagi. Hobi memanglah hobi, akan tetapi keseriusan telah menjadi-jadi. Maka, terbentuklah kenekatan membesarkan band yang telah membuat hidup jadi jauh lebih keren dibanding cuma nongkrong di kantin sekolah. Singkat kata, kelompok remaja ini ketagihan main band.Di masa awal, BFD mengusung Post-Hardcore. Ketika itu, di Sukabumi, tempat personilnya lahir dan menggagas band, musik Post-Hardcore jarang bergaung. Apalagi saat itu kebanyakan orang masih sinis dengan musik emosional ini. Begitupun dengan personil BFD yang hobi menentang mainstream. BFD meminang lima orang personil; Ridwan sebagai pencanang ritmis, Blenk sebagai pendawai satu, Fikri sebagai pendawai dua, Eja sebagai pendentum bass, Agi sebagai penyanyi geram. Setelah mantap menjajalkan diri di kerumunan moshing, tepatnya setelah beberapa tahun berselang, BFD berevolusi menjadi pengusung Deathcore. Alasan terkuat berpindah genre ini adalah musik Post-Hardcore telah banyak dimainkan di kota BFD berada, dan Deathcore masih jarang saat itu. Seluruh personilnya secara tiba-tiba mengajak teman semasa SMP-nya dulu, Eka sebagai tukang teriak. Dia mampu melengkapi BFD.Demo pertamanya berjudul “Arrogant Circus” direkam di penghujung tahun, ketika BFD duduk di bangku kelas dua Sekolah Menengah Akhir. Sebuah lagu dari sekian banyak lagu yang berhasil diselamatkan. Modal satu demo ini digunakan sebagai pengenalan kepada khalayak dunia nyata ataupun maya. Bahkan, lagu ini telah memaksa didengarkan di radio selama sebelas minggu berturut-turut di radio lokal. Cipta nekatnya mengantarkan BFD ke berbagai event dan gigs, maupun juga tawaran menggiurkan yang sebagian besar BFD tolak menyangkut alasan yang rumit. Dan seiring dengan berakhirnya masa sekolah, BFD pun vakum menahun.Kesibukan melanda masing-masing personil BFD dan rentan miskontak. Di satu sesi, semua anggota pernah berhasil dikumpulkan dengan maksud reuni. Tapi anehnya, tak pernah membicarakan band lagi. Maklum, satu tahun setengah sejak pernyataan vakum telah merubah pribadi masing-masing. Berbeda dengan Ridwan yang masih menyimpan antusias dan dedikasi terhadap band. Akhirnya Ridwan pun memberanikan diri mengajak seluruh personil untuk mulai lagi. Dalam keadaan canggung, Eja, Agi, dan Eka lebih memilih mensupport sepenuhnya tanpa terikat dalam kelompok lagi. Artinya tinggal Ridwan, Blenk, dan Fikri yang akan melanjutkan kisah bermusik ini.Dikarenakan tinggal tiga orang yang tersisa, bergantilah nama tersebut menjadi Jehovah The Satyr. Nama Jehovah The Satyr hanya terjadi begitu saja saat personilnya senang berkata absurd. Jehovah The Satyr memiliki makna sindiran untuk mereka yang menyelewengkan kepercayaan. Tetapi, bagaimanapun, suatu saat nanti akan ada orang yang mampu memaknai nama Jehovah The Satyr. Meskipun personilnya tak yakin akan ada yang mau membuang waktunya hanya untuk memaknai nama itu.Awalnya, nama Jehovah The Satyr digunakan untuk band Deathmetal sampingan tiga personil BFD: Ridwan, Blenk, Fikri, ditambah seorang vokalis rumahan yang usianya jauh lebih muda dari tiga lainnya. Namun, embel-embel sampingan terbukti dikesampingkan, dan pada akhirnya, ketika tiga personil BFD ingin memulai lagi, nama Jehovah The Satyr-lah yang digunakan. Pergantian nama diwujudkan demi penghormatan kepada sisa personil BFD (Eja, Eka, Agi) yang sekarang mempunyai kehidupan baru.Boleh dibilang, Jehovah The Satyr adalah mitra dendang yang mengusung nada ketidakwajaran. Musiknya sulit dipahami namun mudah dinikmati. Secara tabiat dan harfiah, Jehovah The Satyr memainkan musik Melodic Deathmetal. Namun persepsi setiap pendengar tak melulu sama. Jadi, Melodic Deathmetal hanyalah formalitas, dan yang sebenarnya Jehovah The Satyr mainkan adalah musik yang terlalu lembek dari Deathmetal, dan terlalu cepat untuk metal. Silakan asumsikan sesuai selera masing-masing.Untuk posisi frontmant, ketiga personil ini mempercayakan kedapa Nendi sang biduan yang mampu menyambi semua jenis geram-teriak. Nendi adalah seorang solois Deathcore yang dikenalkan oleh pemilik studio rekaman, sewaktu Jehovah The Satyr merekam lagu Protagonist. Demo Protagonist ini telah menandakan kelompok musik sialan ini masih hidup. Sekaligus penanda salam kepada mereka yang masih mau mengakuinya. Bagi yang ingin menikmatinya, bisa dilacak di mesin pencarian ternama, Google. Hati-hati salah keyword.

Contact

jehovahthesatyr@gmail.com

085871266969

Related