Sebuah Kisah dari Lintang Ariani: Quarter Life Crisis, Tidak Populer dan Musik Sederhana

Sebuah Kisah dari Lintang Ariani: Quarter Life Crisis, Tidak Populer dan Musik Sederhana

Foto dan sampul single didapatkan dari siaran pers. Kredit tidak disertakan.

Namanya Lintang Ariani. Ia adalah seorang penyanyi muda asal Yogyakarta yang gemar bermain musik sejak sekolah dasar. Berkat keluarganyalah Lintang kecil cukup dekat dengan musik sejak dini. Ia kemudian mengkuti kursus piano klasik. Persinggungan Lintang dengan musik tidak berakhir di situ. Kedua orang tuanya memperkenalkan Lintang dengan menjejalinya keajaiban musik pop dari The Beatles. Hingga kemudian menginjak usia dewasa, Lintang berkenalan dengan alat musik ukulele.

Berbekal ukulele kesayangannya, terkadang di saat senggang dan rasa bosan sedang mendera, Lintang membuat cover lagu-lagu dasawarsa 1950 dan 1960-an, lalu mengunggahnya ke linimasa Instagram. Lagu-lagu pilihannya memang tidak seperti kebanyakan remaja seumurnya. Hingga suatu saat tercetuslah sebuah ide untuk merekam lagu ciptannya sendiri, dan terpilihlah “Unpopular Kid” sebagai single pertamanya.

“Unpopular Kid” ia ciptakan berdasarkan curahan keresahannya tentang kehidupan yang dijalani, saat semua orang berlomba mencapai apa yang mereka inginkan. Lintang merekamnya dengan cermat, juga dengan lirik yang ringan dan sederhana. Siapa saja yang mendengarkan lagu milik Lintang ini tidak perlu repot mencerna dan menerka isi lagu tersebut. Bukankah kesederhaan merupakan kelebihan?

“Melalui 'Unpopular Kid', aku pengen bilang bahwa kita sebagai manusia itu harus menjadi best version of ourselves, jadi populer itu cuma bonus, yang penting bisa berguna bagi orang orang,” katanya.

Lagu ini direkam di Interest Studio dan GDGH Studio, dibantu Eugenius Arno untuk Bass sekaligus mixing dan mastering-nya. Disuguhkan ke tengah layanan musik digital melalui teman-teman dari Kitten Records, “Unpopular Kid” dirilis pada tanggal 29 Maret, tepat di hari ulang tahunnya. “Lagu ini jadi kado untuk teman-teman semua yang merasakan keresahan yang sama. Quarter life crisis, kadang menyebalkan namun mau ga mau harus dihadapi,” kata Lintang. Saat ini, Lintang juga sedang menyiapkan album mininya, dengan harapan dapat rampung di pertengahan tahun.

Sepersekian detik memutar kembali kenangan indah ketika masa pop arus samping sedang digdaya dan kembali congkak atas musik melayu. Sah-sah saja apabila dikatakan sebuah glorifikasi atau romantisme semu belaka. Sebuah jargon paling ideal menurut perspektif penulis datang dari gelaran tribute "From Sarah To Shinkansen" yang dihelat di Bandung sekitar tujuh tahun lalu. Diisi sejumlah nama-nama flamboyan grup indiepop / undergroundpop dari Bandung dan Jakarta. Dipersembahkan oleh Chairways & BRK Ent., disokong berbagai label mandiri militan, seperti Maritime Records, SRM, Heyfolks, dan kompatriot lainnya. Percepat waktu hingga hari ini, sepertinya mereka tetap konsisten dan akan selalu bangga dengan mengemban misi suci yag berbunyi nyaring: “We’re still Proud to be Unpopular”, mirip dengan apa yang sedang disenandungkan oleh Lintang.

BACA JUGA - Perdana Bagi Denisa, Merilis Double Track dan Lagu Berbahasa Indonesia

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner