Dua Vokalis Dalam Band? Perlu Tidak?

Dua Vokalis Dalam Band? Perlu Tidak?

Band yang memakai konsep dua vokalis pastinya punya peran yang berbeda-beda, dari mulai urusan teknis bermusik hingga hal-hal di luar itu

Katanya, menurut peribahasa, “dua lebih baik dibanding sendiri”. Itulah kenapa dalam musik kita sering menemukan istilah “The Dynamic Duo”, seperti halnya Lennon & McCartney, Gallagher bersaudara, dan masih banyak lagi. Ada dua gitaris seperti Slash dan Izzy Stradlin dari Guns N' Roses, ada Kim Gordon dan Mark Ibold yang sama-sama bermain bass untuk band Sonic Youth, bahkan di dalam negeri sendiri ada nama-nama seperti Richard Mutter dan Sandy yang menjadi drummer di Pas Band. Kalau mereka semua bisa berdua, masa vokalis tidak?

Konsep dua vokalis dalam band menjadi satu hal yang lumrah terjadi dalam konsep sebuah band, termasuk band saya, The Panasdalam Bank. Mengisi posisi vokalis yang ditinggalkan Pidi Baiq karena ingin naik jabatan menjadi imam besar, tentu bukan hal yang mudah, bahkan sampai harus ada dua orang yang mengisinya, saya dan Erwin ‘Koboy’. Mungkin bisa dibilang kalau bicara The Panasdalam Bank maka akan berhubungan dengan energi yang besar. Bukan perkara musikalitas saja, tapi bagaimana kita bisa menyalurkan energi kreatif di atas dan di balik panggung, baik saat tampil atau pun saat rekaman. Semuanya membutuhkan energi yang besar, dan karena itu lah konsep dua vokalis dalam band ini kemudian jadi perlu karena kebutuhan energi yang besar itu tadi.

Kalau band dalam negeri pernah ada Base Jam dengan dua vokalisnya, Adon dan Sigit. Konsep dua vokalis di band ini lebih ke pembagian karakter vokal, di mana Sigit untuk nada-nada rendah dan Adon untuk nada-nada tinggi. Atau ada juga Rocket Rockers era awal yang masih melibatkan Ucay sebagai vokalis. Pembagian dua vokalis di band ini juga sedikit banyaknya tentang karakter vokal keduanya, di mana Aska lebih memegang peranan sebagai vokalis yang melodius. Bedanya, Ucay punya peranan lebih sebagai frontman di atas panggung yang tidak jarang pula perannya menjadi ‘komando’ untuk penonton ketika Rocket Rockers tampil.

Di The Panasdalam Bank sendiri tidak ada pembagian yang khusus antara saya dan Erwin, berhubung sebenarnya kami berdua sama-sama ‘mengemban tugas’ menjadi komando atas penonton itu tadi. Misalnya saja ketika lagu mengarah pada bagian interlude atau solo instrumen, disaat itu saya berinisiatif mengajak penonton menari kecak, Bali. Hal tersebut semata-mata agar suasana pertunjukan terbangun dengan meriah dan menyenangkan. Uniknya, secara karakter penampilan juga saya dan Erwin punya sisi berbeda, di mana saya kerap berdandan ala anak punk, sedangkan Erwin nyaman dengan pakaian koboy-nya.

Selain itu, konsep dua orang vokalis dalam sebuah band juga cukup membantu dalam membangun gimmick di atas panggung. Tidak jarang pula ketika jeda dari satu lagu ke lagu lainnya vokalis perlu juga untuk tetap membangun suasana selama jeda berlangsung. Peran tersebut cukup berat jika seorang vokalis tidak punya partner untuk sekedar berceloteh selama jeda lagu. Tapi kalau berdua, cukup memudahkan untuk bisa membangun suasana. Mungkin ada yang memposisikan dirinya sebagai pengumpan dan ‘pencetak gol’. Dalam konteks The Panasdalam Bank biasanya saya dan Erwin bisa bergantian, kadang jadi pengumpan kadang jadi ‘pencetak gol’. Bisa saling memuji atau bisa juga saling menjatuhkan, gimana kondisi saat itu hahaha.

Contoh sederhananya lagi, dalam ranah musik lokal, ada band seperti Muchos Libre yang mengedepankan konsep dua orang vokalis, dan bahkan band ini cukup sadar akan branding bandnya, hingga dua orang vokalis ini menjadi icon dari bandnya. Hal tersebut kemudian berbanding lurus dengan branding si band yang banyak direalisasikan dalam bentuk visual band ini. Persona yang dibawa dua orang ini juga cukup kuat, dengan topeng dan kebiasaan mereka bergulat di panggung jadi suguhan yang menarik dalam setiap penampilannya. Uniknya lagi, kedua orang ini saudara kembar dan tidak bisa dipungkiri chemistry keduanya terjalin dengan apik, karena sudah dari bayi bersama-sama.

Dari ranah musik lokal beranjak lagi ke luar negeri bersama vokalis-vokalis seperti Chester Bennington dan Mike Shinoda dari band Linkin Park. Bukan tanpa alasan ketika akhirnya band ini hadir dengan konsep dua orang vokalis. Chester dan Mike berbagi peran dalam lagu-lagunya, di mana Mike bertanggung jawab sebagai rapper dan Chester melesatkan punchline dalam lagu Linkin Park lewat teknik vokal scream-nya. Tahun 2000an awal konsep musik semacam ini sangat popular, bahkan imbasnya banyak juga band-band kala itu yang mempunyai konsep dua orang vokalis, dari mulai 7 Kurcaci, Kripik Peudeus, Rebek, hingga Saint Loco.

Kalau harus disebutkan satu persatu sih banyak banget band dengan konsep dua vokalis. Tapi intinya sih semua band yang memakai konsep dua vokalis pastinya punya peran yang berbeda-beda, dari mulai urusan teknis bermusik hingga hal-hal di luar itu. Mungkin sebagai pemanis, pelengkap, atau bahkan sebagai orator dalam band tersebut. Bisa saja, jika vokalis satunya lagi hanya fokus bernyanyi dan sering lupa ‘membakar’ penonton, maka mungkin perlu juga seseorang yang bisa ‘membakar’ penonton agar suasana pertunjukan makin meriah.

BACA JUGA - Tentang Dunia Panggung dan Keseruannya

Alga Indria

Alga Indria merupakan seorang vokalis dari band The Panasdalam Bank. Selain itu, Alga juga aktif dalam sebuah komunitas yang didirikannya bernama Komuji (Komunitas Musisi Mengaji). Saat ini, selain bermain musik dan melakukan pekerjaan dalam bidang desain grafis, Alga juga menjadi penyiar dalam program DCDC D'Podcast. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner