Menyalak di Formosa, Kisah Diaspora Metalhead Indonesia di Taiwan

Menyalak di Formosa, Kisah Diaspora Metalhead Indonesia di Taiwan

Gerak para diaspora metal Indonesia ini tetap tak terbendung. Mereka berupaya mencari ruang untuk terus menembus batas-batas yang mengekang tadi

Musik metal sepertinya sudah menjadi identitas alternatif bagi orang Indonesia yang merantau ke luar negeri. Setidaknya, identitas ini disematkan oleh penduduk lokal yang memang aktif di kancah musik underground negaranya kepada perantau Indonesia. Dalam beberapa hal, mereka berpikir bahwa Indonesia hanya dipenuhi oleh band-band bergenre cadas saja. Sedikit menggeneralisir memang, tetapi toh ini bisa jadi imbas dari masifnya ekspansi musik cadas Indonesia ke luar negeri.

Pengalaman ini dirasakan sendiri oleh saya, yang kebetulan sekarang tengah berada di Taiwan untuk melanjutkan studi. Beberapa nama band metal Indonesia seperti Burgerkill atau Deadsquad beberapa kali ditanyakan oleh teman Taiwan kepada saya. Terlebih untuk Deadsquad. Band yang dimotori oleh Stevi Item ini memang pernah menjadikan Taiwan sebagai salah satu destinasi turnya pada 2019 lalu.

Selain dua nama tersebut, Voice of Baceprot yang memang gaungnya besar di kancah internasional juga dapat perhatian di sini. Tahun lalu, tiga gadis berhijab asal Garut ini bahkan pernah mejeng di media sosial Golden Indie Music Award, ajang tahunan penghargaan musik independen Taiwan, untuk mengomentari sejumlah band dari Formosa, nama lain dari Taiwan.

"Mereka sangat keren! Makanya aku libatkan," kata John Huang, seorang teman Taiwan saya, yang kebetulan mengelola perhelatan bergengsi tersebut.

Dengan kancah yang begitu besar dan potensial, selain dikenal oleh publik musik dunia, tak perlu heran pula kalau kemudian banyak metalhead Indonesia tersebar di banyak belahan dunia tak terkecuali di Taiwan. Metalheads Indonesia Taiwan mungkin jadi salah satunya. Komunitas ini juga mengaku mendapat previlise di skena metal lokal karena harumnya nama Indonesia di kancah metal global.

"Wah mereka begini kalau ke orang Indonesia," kata Khozin, salah satu pegiat komunitas ini, sambil mengacungkan dua jempolnya ke hadapan saya.

Khozin dan komunitasnya menyebut, dengan kesukaan yang sama pada metal, dan latar belakang mereka sebagai orang Indonesia membuatnya cukup mudah untuk berbaur dengan kancah metal lokal. Dari situ tak jarang mereka saling berbagi referensi musik satu sama lain.

Khozin yang sudah lima tahun tinggal di Taiwan mengaku saat ini mulai mengulik juga beberapa katalog metal Taiwan. Beberapa nama yang ia sebut di antaranya Chthonic, Flesh Juicer, Orchid Sword, dan satu band yang ia sebut berkarakter slamming death metal: Fatuous Rump.

"Ini saya koleksi juga CD-CD mereka," kata Khozin yang punya tampang khas metalhead. Berambut gondrong sepinggang dengan kebiasaan menggunakan kaos band berwarna gelap.

Menurut Khozin, ada karakteristik yang unik dari band-band metal di Taiwan yang jarang ia temukan di band-band metal negara lain. Mereka di antaranya banyak menggabungkan elemen tradisional China atau suku adat Taiwan dalam aransemen musik metal mereka yang rapat.

Sebaliknya, ia juga memperkenalkan band metal Indonesia ke kancah Taiwan. Satu yang ia dukung penuh adalah Jubah Hitam. Terbentuk pada 2019, Jubah Hitam adalah band Indonesia yang aktif di Taiwan dan diprakarsai oleh para pekerja migran Indonesia. Menurut Khozin, band yang punya gaya metalcore ini bisa jadi merupakan band Indonesia pertama di Taiwan yang bergenre metal.

Irfan 'Popish'

Irfan Muhammad (menamakan nama penanya sebagai irfanpopish) adalah penulis buku @bandungpopdarlings. Sehari-hari dia bekerja sebagai jurnalis yang bertugas di Ibu Kota untuk desk Polhukam. Di luar aktivitas liputannya, Irfan sesekali masih menangani Yellowroom Records, label kecil yang dia mulai bersama sejumlah teman di Bandung sejak 2014 dan bermain untuk unit alternative, MELT.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner