Menyalak di Formosa, Kisah Diaspora Metalhead Indonesia di Taiwan

Menyalak di Formosa, Kisah Diaspora Metalhead Indonesia di Taiwan

Ekosistem Yang Hidup

Dengan adanya komunitas dan band, saya bisa menilai kalau ekosistem metalhead Indonesia di Taiwan telah berjalan cukup baik. Meski baru aktif berjalan pada 2018, dan masih merupakan komunitas kecil, Metalheads Indonesia Taiwan telah cukup menjembatani diaspora Indonesia di Taiwan yang menggemari musik metal dengan kancah Taiwan. Di hari libur, para anggotanya yang kebanyakan pekerja migran Indonesia ini, sering datang bergerombol ke livehouse-livehouse di Taiwan untuk menonton talenta-talenta metal lokal.

Sementara Jubah Hitam, sebagai band metal yang dijalankan oleh orang Indonesia di Taiwan juga tak hanya menghabiskan waktunya di bilik-bilik studio musik. Mereka cukup produktif menulis lagu, merekam, bahkan tampil. Kini mereka telah merilis empat single yang seluruhnya sudah bisa didengar di platform musik digital. Kabarnya dalam waktu dekat, mereka juga akan merilis materi-materinya dalam bentuk fisik.

"Kalau mereka tampil, selain kami dari Metalheads Indonesia Taiwan yang menonton, suka ada juga metalhead lokal yang gabung. Kita moshing bareng," kata Khozin.

Namun, bukan berarti mereka tak menemui kendala. Sebagai pekerja, seringkali band seperti Jubah Hitam tidak bisa tampil karena ada personelnya yang tidak mendapatkan jatah libur. Selain itu, visa pekerja yang mereka miliki juga membuat ekspansi band ini terbatas. Salah satu isu yang sering jadi sandungan adalah tidak bisanya mereka tampil di live house yang menerapkan sistem tiket. Sementara, di Taiwan sendiri, penyelenggaraan gigs sudah relatif terorganisir karena kerjasama yang berkesinambungan antara venue, penampil, organizer, dan jasa penyedia tiket yang pembayarannya bisa dilakukan via mini market.

"Karena kami bukan pekerja seni profesional, jadi enggak bisa tampil di tempat yang mengharuskan tiket untuk masuk. Padahal tempat-tempat inilah yang bisa lebih memperkenalkan kami pada metalhead lokal," kata Robby, vokalis Jubah Hitam.

"Pernah juga sebuah label Taiwan, Bad Moon Rising mengundang kami main di Paramount (sebuah livehouse di Kaohsiung), tapi enggak bisa kami kejar karena diselenggarakan di hari kerja," ucap dia.

Habis kontrak kerja juga jadi hal lain yang membuat perjalanan band dengan personel pekerja migran rentan terseok-seok. Untuk diketahui, pekerja migran Indonesia yang ada di Taiwan umumnya dikontrak untuk masa kerja tiga tahun. Kalau kontraknya tidak diperpanjang maka mereka akan pulang ke Indonesia.

Tetapi meski demikian, gerak para diaspora metal Indonesia ini tetap tak terbendung. Mereka berupaya mencari ruang untuk terus menembus batas-batas yang mengekang tadi. Jubah Hitam misalnya, terus mengupayakan diri untuk bisa merekam karya-karyanya agar paling tidak menjadi artefak buat para personelnya.

David, gitaris Jubah Hitam yang juga jadi sosok yang dituakan di band ini berujar: "Kalau pun salah satu dari kami, misalnya saya, pulang duluan, saya ingin band ini tetap jalan."

Saya sendiri optimistis pada harapan David. Dengan ekosistem diaspora metalhead yang sudah jalan, mestinya selalu ada kemungkinan yang bisa direalisasikan. Digas saja!

BACA JUGA - Cabang-Cabang Suara Indische Party

Irfan 'Popish'

Irfan Muhammad (menamakan nama penanya sebagai irfanpopish) adalah penulis buku @bandungpopdarlings. Sehari-hari dia bekerja sebagai jurnalis yang bertugas di Ibu Kota untuk desk Polhukam. Di luar aktivitas liputannya, Irfan sesekali masih menangani Yellowroom Records, label kecil yang dia mulai bersama sejumlah teman di Bandung sejak 2014 dan bermain untuk unit alternative, MELT.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner