Pohon Tua Creatorium: Regenerasi Maksimum

Pohon Tua Creatorium: Regenerasi Maksimum

Seluruh foto dipinjampakai dari arsip Pohon Tua Creatorium.

“Berkesenian itu berarti membangun sebuah formula yang berbeda,” demikian Dadang Pranoto bilang seolah hendak menegaskan bahwa main musik bukanlah sekadar genjrang-genjreng, gedebak-gedebuk, dan jumpalitan di atas panggung agar terkesan keren, gagah semringah, cool schmool. Khususnya bagi seniman dan seniwati yang memang berniat serius terjun di belantika musik.

Keberadaan Dadang Pranoto alias Dankie kala ia di Navicula, Pohon Tua saat di Dialog Dini Hari, alias DMA - Dan the Mad Axeman waktu di Electric Gypsy (nama yang disebut terakhir itu fiktif belaka, ngarang); menjadi kian penting di skena Bali khususnya serta Nusantara umumnya pada hari ini. Manuvernya membangun label rekaman Pohon Tua Creatorium terbukti telah sangat membantu mendongkrak harkat musik Bali di kancah nasional. Padahal labelnya belum lama berdiri. Dua entitas yang ia bina misalnya, Nosstress dan Made Mawut, melambung gila ketenarannya sejak dibidaninya.


Dadang Pranoto, sosok utama di balik Pohon Tua Creatorium.

Namun ia dengan rendah hati tidak gamblang menyebut bahwa akibat intervensi intensif dirinyalah maka Nosstress dan Mawut seketika mengangkasa.

“Aku merekrut band dan artis yang sudah jadi, yang sudah siap di paling tidak tiga hal: skillknowledgeattitude. Artinya tidak turut menanam sedari awal, tidak ikut merawat agar berkembang. Tapi mereka ya pada dasarnya sudah jadi dan memang bagus. Namun sedikit bingung mau kemana, harus ngapain setelah merilis album. Di situlah aku mulai mengambil peran, membukakan pintu,” jelas Dadang seperti meluruskan mengapa ia sedikit menolak disebut paling berjasa kolosal dalam karir musisi yang ia produseri. Pohon Tua Creatorium (PTC) semata memoles sang artis, di bagian mana ia sejatinya sudah bersinar di situ PTC menggosoknya agar lebih mengkilap. Lalu berlanjut membantu dalam isu pasca-produksi.

“Setelah beres rekaman itu album mau dibawa ke mana agar beredar nasional, aktivasi promosinya macam apa, gimmick harus terus dikebut, dsb,” lanjutnya.

Bicara soal pemilihan band dan artis yang pantas masuk PTC, Dadang mengaku tak membatasi kepada genre tertentu. Yang penting, ya seperti yang telah disebut, mereka sudah “jadi” serta memenuhi standar minimum skill-knowledge-attitude tadi. Pun tiada menutup diri dari orang-orang yang mengirimkan profil serta hasil karyanya.

Rudolf Dethu memiliki beragam profesi. Mulai dari manajer band, penulis buku, jurnalis, pengamat musik, aktivis gerakan sosial kemasyarakatan, koordinator program kesenian, sempat menjadi penyiar radio cukup lama, pun menyandang gelar diploma di bidang perpustakaan segala.

Pernah ikut menyelenggarakan salah satu festival industri kreatif terbesar di Indonesia, Bali Creative Festival, selama 2 tahun berturut-turut. Namanya mulai dikenal publik setelah turut berperan membesarkan Superman Is Dead serta Navicula.

Belakangan ini, Dethu disibukkan utamanya oleh 3 hal. Pertama, Rudolf Dethu Showbiz, band management yang mengurusi The Hydrant, Leanna Rachel, Manja, Athron, Leonardo & His Impeccable Six, Negative Lovers, dan Sajama Cut. Kedua, Rumah Sanur - Creative Hub, di mana ia menjadi penyusun program pertunjukan musik dan literatur. Ketiga, MBB - Muda Berbuat Bertanggungjawab, forum pluralisme yang mewadahi ketertarikannya pada isu kebinekaan dan toleransi.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner