Sedikit Tentang Punk dan Subkulturnya

Sedikit Tentang Punk dan Subkulturnya

Dari subkultur ini kemudian beranjak pada serba serbi punk yang menjadi bagian dari hal tersebut. Uniknya, meski memiliki inti ideologi yang sama, Punk masih terbagi menjadi sejumlah kelompok-kelompok yang memiliki keunikan masing-masing

Bicara tentang musik, rasanya banyak yang setuju jika landasan awal bermusik adalah kebebasan. Satu hal yang kemudian sejalan dengan semangat DIY yang banyak diidentikan dengan musik dan gaya hidup punk. Selain kekhasan musiknya punk juga kemudian menjalar dengan pemikiran-pemikiran di dalamnya, hingga banyak juga kemudian hal tersebut menjadi subculture/counter-culture yang melengkapi keberadaan punk ini.

Budaya punk ini biasanya tersebar di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan juga Bali. Bentukan budaya punk sebagai counter-culture didasari oleh 4 unsur utama, yaitu musik, fashion, komunitas, serta pemikiran dan penyebaran budaya punk di Indonesia melalui keempat unsur tersebut.

Menggaris bawahi tentang subkultur yang kemudian menjadi bagian dari budaya punk di Indonesia. Jika merunut pada artiannya, subkultur merupakan konsep yang abstrak, dinamis, serta bersifat konstitutif bagi objek studinya. Dick Hebdige memberikan pengertian bahwa subkultur adalah sebuah kebudayaan yang berada di dalam kebudayaan lain. Kebudayaan tersebut dibentuk oleh sekelompok masyarakat yang mempunyai kesamaan nilai, norma, cara berpikir, serta karakteristik yang berbeda dari kultur dominan. Di sisi lain, subkultur diartikan sebagai cara hidup atau peta makna yang dipahami oleh anggota kelompok tertentu. Kata ‘sub’ mengandung pengertian bahwa kebudayaan yang ada dalam kelompok tersebut berbeda dengan budaya mainstream. Secara sederhana, subkultur dapat diartikan sebagai bentuk perlawanan terhadap budaya dominan.

Dari subkultur ini kemudian beranjak pada serba serbi punk yang menjadi bagian dari hal tersebut. Uniknya, meski memiliki inti ideologi yang sama, Punk masih terbagi menjadi sejumlah kelompok-kelompok yang memiliki keunikan masing-masing, dari mulai Anarcho Punk, Crust Punk, Glam Punk, Oi, Scum Punk, hingga Skate punk. Semuanya punya latar belakang dan kekhasan yang berbeda, yang juga berhubungan dengan ideologi dan sesuatu yang mereka percaya sebagai sebuah pegangan hidup. Sederhananya, serba serbi dari subkultur punk ini lahir sesuai dengan lingkungan serta pengaruh hal-hal politis di belakanganya. Semuanya kemudian menjadi pilihan masing-masing, sesuai dari mana dia berangkat.

Selain sebagai tren remaja dalam musik, Punk juga dapat didefinisikan sebagai tren dalam fashion. Punk menghadirkan pemberontakan dan pembangkangan dengan gaya abnormal. Identitas Punk dihadirkan lewat aksesoris rantai, celana jeans belel ketat yang robek, bin liners, boxer, rambut yang diwarnai, rambut bermodel mohawk atau spike, peniti, bloonder, sepatu boot Dr. Martens, piercing, tattoo, ikonografi fetisisme seksual, make up yang serba gelap, pemasangan emblem pada pakaian, dll.

Fashion khas Punk tidak dapat dipisahkan dari peran Malcolm McLaren dan Vivienne Westwood. Nama keduanya menjadi tersohor berkat toko pakaian Let It Rock yang mereka dirikan. Situasi sosial yang buruk pada masa itu menginisasi McLaren untuk melakukan perlawanan simbolis melalui fashion. Ia berpikir dengan penampilan yang ‘tidak beres’ maka masyarakat akan melihat ada sesuatu yang tidak beres dalam tatanan sosial masyarakat. Pakaian dan atribut yang dirancang oleh McLaren merepresentasikan semangat underground serta menjadi bentuk penolakan terhadap normalitas (anti-fashion) yang diciptakan oleh kepentingan pasar. Malcolm McLaren dan Vivienne Westwood juga merupakan tokoh penting dibalik kesuksesan band Punk paling tersohor, The Sex Pistols.

Lahir pada tahun 70an, punk kemudian kembali menjadi tren pada tahun 2000an dengan kehadiran band Green Day, Blink 182, Good Charlotte, Sum 41, Simple Plan dll. Sejak saat itu ditengarai semangat anti-kemapanan Punk telah mengalami kelunturan mengingat kepopuleran mereka tak terlepas dari peran major label. Ironisnya, fashion khas Punk turut mengalami inkorporasi. Industri fashion menyulap gaya Punk menjadi sebuah tren baru. Fashion Punk tidak lagi menjadi simbol pemberontakan, sebagai gantinya beralih menjadi komoditas yang dipasarkan secara luas oleh kaum kapitalis, yang notabene merupakan musuh utama yang berusaha dilawan Punk.

Mungkin hal tersebut sedikit mengingatkan pada potongan lirik lagu Superman Is Dead, “Punk Hari Ini”

“ooo..rambut spikey dibilang funky, mall dipenuhi lambang anarki, yang semuanya hilang tak berarti”

Saya tidak begitu mengikuti kiprah Superman Is Dead, tapi rasanya lirik lagu tersebut cukup mewakili beberapa paragraf di atas tentang punk, subkultur, dan semua yang kemudian berhubungan dengan punk, dan akhirnya jadi komoditas yang dipasarkan secara luas. Ya, semua balik lagi dengan apa yang masing-masing percaya dengan apa itu punk menurut versi masing-masing. Ada yang hanya mengartikannya dari segi musikalitasnya saja, dari gaya hidup, atau dari ideologi semuanya menjadi kendali masing-masing orang.

Beberapa sumber diambil dari httpss://dzikrisabillah.web.ugm.ac.id

BACA JUGA - Abstraksi Dari Skrip yang Terselamatkan

Denny Hsu a.k.a Ahonk adalah drummer dari band Rosemary. Ia juga seorang penyiar di salah satu program spesial DCDC Substereo di OZ Radio, Bandung. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner