Senandung Serempak: No More Guilty Pleasures

Senandung Serempak: No More Guilty Pleasures

Pelan tapi pasti aksi Diskopantera kian diterima orang banyak, disambut baik, dan mengangkat popularitasnya. Bukan itu saja, manuver yang diciptakannya mulai diikuti pihak-pihak lain. Disjoki yang memainkan lagu-lagu retro tumbuh satu demi satu. Malah dua pembesar di kancah metal, Arian13 dan Sam Bram, turut meramaikan dan mengibarkan jati diri (dengan menambahkan gimmick pelibatan video): Lawless YouTube Squad. Baru kemudian sejak kemunculan, salah satunya, Diskoria, tindakan ngoyo membunyikan rangkaian gita Nusantara—hanya rangkaian gita Nusantara saja, bukan yang lain—ke lantai dansa menjadi wabah kolosal. Menyebar ke hampir seluruh negeri, metropolitan hingga kecamatan.

Di tahun 2019 ini tren senandung serempak meraih derajat terhormat: diikutkan di dua festival musik terbesar di negara ini, disesaki oleh ribuan orang yang riang bernyanyi dikomandoi oleh para disjoki. Malah mendapat respons yang, dari apa yang saya saksikan sendiri, lebih hangat/masif/gila dari artis terbesar sekali pun di festival bersangkutan. Paling mutakhir, jajaran tembang lawas tersebut bukan hanya sekadar diputar ulang. Sekarang mulai direkayasa, mendapat sentuhan remix/remake/revamp, ditambahi unsur “koplo”. Kidung-kidung yang dulu dianggap cemen, bersembunyi jauh di dalam hati, ngejogrok nyaris usang di pojok guilty pleasures, kini diumbar ke publik. Lagu “Sayang” milik Via Vallen yang di skena indie dianggap tidak keren, dihajar dengan nada yang tidak kalah tidak kerennya: koplo, namun ajaibnya didendangkan bareng oleh ribuan orang (termasuk anak indie) dengan begitu riang. Guilty pleasures telah hilang rasa bersalahnya. Tidak malu lagi mengaku menjadi pleasures. Naudzubillah min dzalik.

Tapi sungguh ini kabar baik bagi musik anak negeri. Kearifan lokal diberi apresiasi tinggi. Belum pernah ada sebelumnya peristiwa musikal yang erat kaitannya dengan tembang asli Indonesia yang seseru ini.

Selamat untuk senandung serempak telah menjadi fenomena paling seru tahun ini! Jaya wijaya musik Indonesia! …Satu saja protes kecil saya: tak seharusnya lagu jelek diglorifikasi berlebihan.

Rudolf Dethu memiliki beragam profesi. Mulai dari manajer band, penulis buku, jurnalis, pengamat musik, aktivis gerakan sosial kemasyarakatan, koordinator program kesenian, sempat menjadi penyiar radio cukup lama, pun menyandang gelar diploma di bidang perpustakaan segala.

Pernah ikut menyelenggarakan salah satu festival industri kreatif terbesar di Indonesia, Bali Creative Festival, selama 2 tahun berturut-turut. Namanya mulai dikenal publik setelah turut berperan membesarkan Superman Is Dead serta Navicula.

Belakangan ini, Dethu disibukkan utamanya oleh 3 hal. Pertama, Rudolf Dethu Showbiz, band management yang mengurusi The Hydrant, Leanna Rachel, Manja, Athron, Leonardo & His Impeccable Six, Negative Lovers, dan Sajama Cut. Kedua, Rumah Sanur - Creative Hub, di mana ia menjadi penyusun program pertunjukan musik dan literatur. Ketiga, MBB - Muda Berbuat Bertanggungjawab, forum pluralisme yang mewadahi ketertarikannya pada isu kebinekaan dan toleransi.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner