Siapa Bilang Rilisan Fisik Tidak Bisa Jadi Seperti Emas

Siapa Bilang Rilisan Fisik Tidak Bisa Jadi Seperti Emas

Mungkin orang tua kita dulu sering berinvestasi ke emas atau perhiasan karena menurut mereka harga benda tersebut akan naik di keesokan harinya dan hanya dipakai di momen spesial seperti menghadiri arisan atau undangan saja. Untuk kalian yang menyukai musik, kalian bisa berinvestasi seperti orang tua kalian juga, tetapi bukan dalam bentuk emas atau perhiasan tapi dalam bentuk rilisan fisik. Kalau perhiasan bisa dipakai untuk dinikmati sebagai aksesoris, tentunya rilisan fisik bisa kalian nikmati dengan cara mendengarkan lagunya dan sekaligus menikmati artwork beserta isi lirik di dalamnya, bisa kalian baca dan hafalkan ketika kalian mendengarkan lagu dari musisi lokal maupun luar negeri favorit kalian.

“Tapi ini kan sudah era modern, untuk apa kita beli rilisan fisik lagi, toh sudah banyak media aplikasi digital seperti Spotify, Joox, dan YouTube dan dengan aplikasi tersebut kita bisa menikmati lagu yang kita suka maupun yang baru akan kita dengar dengan mudah dan lebih efisien, tidak perlu repot untuk menyimpannya, karena semuanya sudah bisa kita akses melalui handphone kita.”

Jangan salah teman-teman. Memang, secara efisiensi Spotify juaranya, tapi dari hasrat kepemilikan, kalian akan lebih merasa memiliki album yang kalian sukai ketika kalian memilikinya dalam bentuk fisik nyata, bukan hanya file digital yang berada di dalam sebuah aplikasi handphone kalian. Dan jangan kira rilisan fisik tidak bisa berlipat ganda harganya. Kalian akan menyesal ketika kalian tahu harga mereka sekarang lebih mahal dibanding saat mereka rilis pertama kali.

“Memangnya bisa harga sebuah rilisan fisik berlipat ganda di kemudian harinya seperti layaknya emas?"

Tentu saja bisa. Harga mereka bisa naik maupun berlipat ganda berdasarkan beberapa faktor. Seperti halnya dirilis dalam jumlah terbatas, labelnya tutup sehingga rilisannya tidak dicetak lagi, rilisan album tersebut tidak dirilis ulang oleh pihak bandnya, dan bisa jadi ada seseorang yang berani membeli sebuah rilisan fisik dengan harga cukup tinggi maka beberapa orang memberanikan diri untuk menjual rilisan yang dibeli orang tersebut dengan harga yang cukup tinggi kepada orang lain juga, dan faktor-faktor lainnya.

“Sepenting apa untuk sebuah band merilis rilisan fisik?”

Coba kita kilas balik sejenak ke saat di mana era kaset dan CD sangat digandrungi oleh para penikmat musik karena untuk bisa mendengarkan musik yang mereka sukai, mereka harus membeli rilisan fisik karena pada saat itu koneksi internet dan teknologi handphone belum canggih seperti saat ini. Banyak band dari dalam negeri merilis album mereka dalam format kaset dan CD untuk bisa didengarkan oleh penikmat musik di Indonesia, ada yang dari label besar, label kecil, maupun memproduksinya sendiri. Mereka distribusikan ke toko kaset dan cd, ada juga yang menitip jual di distro kenalan mereka, dan juga dijual ketika mereka bermain live.

Mungkin, untuk band-band besar yang tergabung dalam label besar adalah hal mudah untuk menjual rilisan fisik mereka karena para label tersebut sudah memiliki distributor tetap, tapi bagaimana nasib dari band-band indie yang berasal dari label kecil yang mungkin secara distribusi tidak terlalu menyebar dan secara produksinya tidak terlalu banyak. Ada juga dari mereka yang tidak laku rilisan fisiknya di saat mereka merilis album, dan itu sudah menjadi risiko ketika mereka merilis album mereka dalam bentuk rilisan fisik.

Namun, apa salahnya mereka mencoba merilis hasil karya, toh tidak ada yang tahu juga kan ke depan bakal seperti apa. Dan yang paling penting dari sebuah band untuk memiliki rilisan fisik adalah memiliki bukti nyata atas karya mereka, seperti layaknya kita yang memiliki akte kelahiran dalam bentuk cetakan selembar kertas.

Ghibran Anshar

Ghibran 'Gery' Anshar

Lahir pada 20 Juli 1992 di Jakarta dan tumbuh besar di sana. Memiliki ketertarikan pada musik dan rilisan fisik sejak Sekolah Dasar, dan kini mengumpulkan semua format rilisan fisik (CD, kaset dan piringan hitam). Menjadi manajer untuk @godplant.band sejak 2018. Bekerja di Quickening Jakarta, salah satu distributor merch dan rilisan fisik luar negeri atau impor. Empat tahun belakangan menjadi bagian dari panitia Record Store Day Indonesia.

"Karena saya menyukai Jepang, mungkin slogan Tower Records akan cocok buat saya: No Music, No Live."

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner