Yang Muda Yang Bertalenta

Yang Muda Yang Bertalenta

Yang muda yang bertalenta, yang tua yang mengarahkan dan menggandeng tangan mereka. Semoga musik bisa jadi harapan menyenangkan untuk kita semua

Publik musik tanah air, khususnya scene musik metal sempat digemparkan oleh seorang drummer muda bernama Roy Ibrahim. Usia Roy yang baru menginjak usia 16 tahun itu sanggup membuat publik tercengang karena permainannya, bahkan hal itu menarik perhatian gitaris Deadsquad, Stevi Item, hingga Stevi akhirnya mengajak Roy bergabung di bandnya.

Saya sebenarnya tidak terlalu mengikuti scene musik metal, tapi berita tentang Roy yang gabung di Deadsquad sampai juga ditelinga saya, dan perlu saya akui jika hal itu cukup menarik perhatian saya. Saya jadi teringat zaman saya pertama kali main drum juga kurang lebih seusia Roy, cuma bedanya saya belum mampu bermain seperti dia saat itu. Baru ketika saya akhirnya sekolah musik, lambat laun skill bermain drum saya bertambah.

Namun lepas dari itu, yang perlu digaris bawahi adalah adanya ‘fenomena’ anak-anak muda, bahkan mungkin masih berusia belia namun sudah mampu bermusik dengan tingkat kesulitan cukup tinggi. Zaman saya dulu mungkin hal itu masih sangat jarang dan masih bisa dihitung jari. Sekarang, dengan banyaknya sekolah-sekolah musik/private musik memungkinkan buat anak-anak tersebut belajar bermain musik dengan level yang tidak main-main. Adanya kemudahan informasi teknologi juga berperan penting dalam menjamurnya musisi-musisi cilik nan potensial ini.

Beberapa kanal Youtube yang mengulas dan memberi pelajaran tentang teknik-teknik bermusik sudah cukup banyak ditemui. Dengan bermodal kuota mereka bisa mengakses internet untuk bisa belajar online lewat kanal-kanal Youtube tersebut. Mudah, murah, dan praktis. Ditambah dengan personal branding para musisi di sosial media yang bukan tidak mungkin menginspirasi anak-anak muda tersebut untuk bisa seperti idolanya.

Hal tersebut juga pernah dirasakan sama saya ketika mengemari Dominic Howard hingga Mike Portnoy. Diakui atau tidak, selain kemampuan bermusiknya yang jempolan, cara mereka membuat personal branding juga keren. Bukan tidak mungkin hal tersebut juga mengisi alam bawah sadar anak-anak muda ini, hingga hal itu memberi dorongan bagi mereka untuk bermusik juga seperti idolanya.

Satu lagi yang tidak kalah penting adalah peran orang tua yang sudah lebih open minded dengan minat dan bakat sang anak, hingga para orang tua ini mengarahkan sang anak ke jalur yang ‘benar’. Saya beberapa kali punya pengalaman mengajar anak bermain drum, dan itu saya rasakan langsung jika para orang tua ini memang beneran mendukung. Dari yang mengarahkan anaknya untuk ada di industri musik, atau sekedar agar anaknya punya penyaluran energi yang tepat dengan bermusik. Adanya banyak penelitian tentang fungsi musik bagi pertumbuhan anak pun cukup jadi alasan kuat bagi mereka menempatkan anaknya di sekolah-sekolah atau tempat les musik. Atau jika tidak sampai level sekolah musik, banyak juga para orang tua ini yang memfasilitasi anaknya untuk belajar musik di rumah.

Mengerucutkan lagi hal ini pada instrumen drum, beberapa waktu lalu ketika heboh berita tentang Deden Noy yang ‘menyulap’ kaleng-kaleng bekas menjadi drum, cukup memberi inspirasi positif bagi anak-anak muda yang mungkin kurang mampu, namun punya keinginan besar untuk bermusik. Pemberitaan cukup masif di media, bahkan sampai diundang di stasiun televisi juga memberi dampak positif bagi yang ‘senasib’ dengan Deden, jika dalam bermusik yang terpenting adalah niat dan keinginan dulu, karena jika dipaksakan tidak akan jalan.

Mungkin sudah bukan hal yang tabu jika anak muda hari ini bercita-cita jadi musisi (atau spesifik menjadi drummer) karena peluang untuk itu besar, dan profesi menjadi musisi juga cukup menjanjikan jika ditekuni dengan benar. Adanya keinginan untuk bermusik ditambah dorongan dari orang tua, plus mungkin untuk yang beruntung mendapat fasilitas alat musik mumpuni, bisa jadi cukup alasan kenapa akhirnya banyak anak muda berusia belia sudah mahir bermain musik. Ini jadi satu tren menyenangkan bagi saya pribadi, karena dibalik anak-anak muda penggemar tik tok, ada juga kumpulan anak-anak muda dengan kemampuan musik mumpuni yang siap meramaikan dunia musik tanah air.

Selanjutnya anak tersebut akan serius di industri musik atau hanya menempatkannya sebagai hobi itu bebas-bebas saja, namun yang perlu digaris bawahi adalah soal tren positif itu tadi, jika ada banyak anak muda berusia belia sudah mampu bermusik dengan level yang tidak main-main. Salah contohnya Joey Alexander. Pianis muda asal Indoensia (yang saat itu berusia 12 tahun) sudah mencicipi panggung Grammy pada helatannya yang ke 58 (tahun 2016), dan bahkan Joey mendapat dua nominasi di Grammy Awards, yakni untuk Best Jazz Instrumental album solo debutnya, My Favorite Things dan Best Improvised Jazz Solo untuk lagu “Giant Steps”. Satu tahun setelahnya, Joey kembali masuk nominasi untuk kategori yang sama lewat albumnya, Countdown. Remaja kelahiran Bali, 25 Juni 2003 itu menjadi nominator pertama asal Indonesia yang berhasil masuk Grammy Awards. Hal ini tentu menggembirakan bagi publik tanah air, jika ada satu anak bangsa, yang bahkan berusia belia, namun sudah mampu tampil di pentas dunia.

Yang muda yang bertalenta, yang tua yang mengarahkan dan menggandeng tangan mereka. Semoga musik bisa jadi harapan menyenangkan untuk kita semua dibalik semua keadaan yang kurang menyenangkan dua tahun belakangan ini. Adanya harapan dari bibit-bibit potensial ini membuat saya optimis jika dunia musik akan terus bergeliat dan memberi warna-warni seru. Tetap semangat dan terus asah kemampuan bermusiknya.  

BACA JUGA - Mispersepi Lirik Lagu Metal

Galih 'Just Drum'

Selain mengisi acara di sebuah televisi sebagai seorang drummer pengiring, saya juga mempunyai kanal Youtube berisikan segala sesuatu tentang drum versi saya (Galih_Justdrum). Selain itu, saya juga lumayan sering terlibat menjadi session player untuk beberapa orang musisi. 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner