W:O:A Metal Battle Indonesia 2020, Siapkan Amunisi Terbaik Kalian!

W:O:A Metal Battle Indonesia 2020, Siapkan Amunisi Terbaik Kalian!


Tahun 2020, kembali W:O:A Metal Battle Indonesia digelar untuk mencari band wakil dari Indonesia. Di ajang ini, jadi band bagus saja ternyata belum cukup. Jadilah band istimewa dan kita akan raih kemenangan di ajang W:O:A Metal Battle di Jerman.

Tahun 2020 adalah tahun ke-empat gelaran W:O:A Metal Battle Indonesia (WMBI) hadir bersama DCDC. Diawali pada 2017 atas usaha John Resborn dari The Metal Rebel dan dibantu sepenuhnya oleh Man Jasad, akhirnya secara resmi Indonesia mendapatkan lisensi untuk menggelar W:O:A Metal Battle. Ini adalah ajang kompetisi band metal bertaraf internasional yang pertama kali digelar di Indonesia.

Ada 238 band yang secara resmi mendaftar yang berasal dari seluruh Indonesia. Sebuah respon yang sangat luar biasa mengingat saat itu tren musik metal sedang menurun digantikan oleh musik pop punk yang merebak di mana-mana. Demikian pula dengan dukungan penuh dari berbagai komunitas metal yang sejak awal sudah dilibatkan dalam program sosialisasi terkait dengan agenda WMBI. Tahun 2017, WMBI memberangkatkan band Beside yang menjadi wakil dari Indonesia untuk tampil langsung di ajang W:O:A Metal Battle di Jerman, bersaing dengan 29 band yang menjadi perwakilan dari masing-masing negaranya.

Tahun 2017 adalah untuk pertama kalinya Indonesia bergabung di ajang W:O:A Metal Battle, dan kehadirannya di Jerman mendapatkan perhatian yang besar dari media. Melalui penampilan band Beside, nama Indonesia di kancah musik internasional diperkenalkan. Namun, Beside tidak mampu berbicara banyak di ajang ini. Bersaing dengan 29 band yang mewakili negaranya masing-masing tidaklah mudah. Para finalis yang hadir di Jerman adalah band-band terbaik dengan mental kompetisi yang disiapkan secara matang. Begitu pun dengan kemampuan bermain musik mereka, baik dari segi pengetahuan teknis maupun aransemen lagunya.

Bagi band-band yang berasal dari daratan Eropa, memainkan musik metal sudah sama dengan memainkan musik dalam perspektif ekspresi budaya mereka. Maka, tak heran dalam jangka waktu 50 tahun terakhir, industri musik metal dunia sangat didominasi oleh band maupun industri musik yang berasal dari Amerika atau Eropa. Tak heran ketika mereka menemukan musik ini dikonsumsi dan dimainkan di belahan benua lain, bagi mereka itu adalah sebuah hal yang unik dan eksotis.    

Musik metal berasal dari bagian ekspresi budaya bangsa Amerika dan Eropa. Musik ini telah lahir, berkembang dan tumbuh besar menjadi bagian dari industri musik global. Artinya, jika bicara metal di Indonesia, maka kita hanyalah bagian dari masyarakat konsumen. Masyarakat Indonesia yang awalnya mengkonsumsi hingga akhirnya mampu mereproduksi budaya musik tersebut. Dari awal masuk di tahun '90an hingga sekarang, musik ini sudah mampu diterima oleh kalangan masyarakat luas dan sudah mampu menjadi bagian dari semangat zaman yang diusung oleh lintas generasi.

Di tahun 2018, Indonesia kembali terpilih untuk kembali menyelenggarakan W:O:A Metal Battle. Seperti tahun sebelumnya, acara kompetisi band ini tetap mengundang antusias band metal ekstrim di Indonesia. Down For Life, band metal asal kota Solo akhirnya terpilih mewakili Indonesia untuk tampil dan berkompetisi kembali di ajang W:O:A Metal Battle internasional. Belajar dari apa yang pernah dialami oleh Beside, Down For Life mencoba menghadirkan sesuatu yang baru dalam aksi penampilan mereka di atas panggung Wacken Open Air, Jerman. Mereka mencoba menghadirkan warna budaya Indonesia dalam kostum, dekorasi panggung dan aransemen musik pembuka mengawali penampilan mereka di atas panggung.

Namun, lagi-lagi usaha Down For Life belum mampu mencuri perhatian juri yang berasal dari 29 negara. Bagi para juri yang bertugas di W:O:A Metal Battle di Jerman, memainkan musik metal dengan bagus di atas panggung saja belum cukup. Bagi mereka, semua band yang terpilih di 30 besar dan tampil di panggung W:O:A Metal Battle di Jerman adalah band yang mampu menguasai dan memainkan musik metal dengan baik. Semua yang tampil punya kemampuan bermain di atas panggung dengan baik. Apalagi bagi band-band yang berasal dari daratan Eropa dan Amerika yang secara emosional mempunyai ikatan kuat dengan musik yang mereka mainkan. Oleh karena itulah pada akhirnya juri yang bertugas di W:O:A Metal Battle Jerman mencari hal-hal unik di luar teknis musikalitas dan performa band di atas panggung. Seperti misalnya kemasan kostum serta unsur tambahan yang terdapat dalam musik yang dimainkan para finalis.

Pada penyelenggaraan W:O:A Metal Battle Indonesia di tahun 2019, giliran Taring terpilih sebagai wakil dari Indonesia. Tugas berat yang diemban band asal Bandung untuk tampil berkompetisi di W:O:A Metal Battle Jerman kembali gagal menuai hasil yang memuaskan. Secara resmi, Indonesia telah mengirimkan tiga band selama tiga tahun berturut-turut dengan kegagalan mendapatkan posisi lima besar di ajang kompetisi W:O:A Metal Battle di Jerman. Pertanyaannya adalah kenapa?

Kebetulan, di tahun 2019 saya bersama Man Jasad berangkat ke Wacken Open Air bersama rombongan DCDC mengiringi kepergian Taring. Oleh Wacken Open Air, saya dan Man Jasad dipilih menjadi juri internasional mewakili Indonesia dan bertugas untuk menilai dan mencari band pemenang kompetisi W:O:A Metal Battle di Jerman. Saya bergabung bersama 29 juri dari 29 negara yang berbeda dan selama dua hari bertugas menonton dan memberikan penilaian band yang tampil di panggung kecuali tentu saja band dari Indonesia.

Jujur saja, semua band yang tampil benar-benar memberikan yang terbaik. Lagu yang dimainkan, penampilan di atas panggung serta energi yang ditampilkan benar-benar membuat saya kebingungan untuk memberikan penilaian. Di sela-sela istirahat, saya sempat berdiskusi dengan beberapa juri tentang kebingungan saya.

Mereka sepakat bahwa pada akhirnya unsur penilaian tidak akan fokus pada seberapa kerennya musik yang dimainkan oleh band karena semua band yang tampil mempunyai materi musik yang keren. Lalu, mereka juga sepakat bahwa band harus mampu menghidupkan suasana dan dinamika penonton yang menyaksikan mereka. Energi dari musik yang mereka mainkan harus sampai ke penonton. Artinya, bagaimana band mampu berinteraksi dan menggiring penonton agar mampu menikmati musik yang mereka mainkan.

Hal penting lainnya yang akhirnya menjadi garis tegas pembeda adalah cara band tersebut memainkan musik metal yang dikemas dengan budaya dari mana mereka berasal. Jika kita bicara musik metal, maka rasanya semua band yang tampil di W:O:A Metal Battle di Jerman mempunyai kemiripan, terlepas dari sub genre yang mereka mainkan. Namun, yang pada akhirnya mampu membedakan adalah bagaimana cara mengemas musik metal tersebut dengan cara memasukan ekspresi budaya lokal ke dalam penampilan dan musik mereka.   

Lalu, pertanyaan selanjutnya adalah apakah Beside, Down For Life dan Taring tidak tampil bagus? Menurut saya, mereka tampil bagus namun tidak istimewa. Silakan para pembaca mencari band pemenang atau yang berhasil masuk lima besar dalam ajang kompetisi W:O:A Metal Battle di Jerman sejak tahun 2017 hingga 2019. Semua band yang duduk di kursi lima besar mampu memasukan unsur budaya lokal ke dalam penampilan dan musik mereka, selain tentu saja mereka mampu tampil luar biasa.

Tahun 2020, kembali WMBI digelar untuk mencari band wakil dari Indonesia. Potensi untuk menjadi pemenang di ajang W:O:A Metal Battle bagi band Indonesia sangatlah besar. Kekayaan sumber daya seni musik tradisi Indonesia, baik aransemen maupun instrumen sangatlah beragam dan harus mampu menjadi sumber eksplorasi bagi setiap band yang mendaftar di ajang WMBI. Demikian juga dengan ekspresi budaya tradisional Indonesia, seperti kostum dan tarian yang dapat hadir menjadi isi kolaborasi antara musik metal dengan budaya Indonesia. Jadi band bagus saja ternyata belum cukup. Jadilah band istimewa dan kita raih kemenangan di ajang W:O:A Metal Battle di Jerman.

COMMENTS

You must be logged in to comment.

Website ini hanya diperuntukkan bagi Anda yang berusia 18 tahun ke atas.